PENURUNAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH
I.
Pendahuluan
Uang
dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat
tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun
yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses
pertukaran barang dan jasa. Dalam
ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan
secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan
jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang
sebagai alat penunda pembayaran.
Keberadaan
uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang
cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang
memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan
dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada
akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian
akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.( http://id.wikipedia.org/wiki/Uang)
Banyak
sekali fungsi uang yang dapat di gunakan salah satunya sebagai alat tukar (ace
partadiredja:2002). Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin
pesat, hubungan ekonomi antarnegara akan menjadi saling terkait dan
mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal
antarnegara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak
langsung akan berdampak pada indikator suatu negara.
Dengan
diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/bebas (freely floating
system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh mekanisme pasar. ( Tri Wibowo(e-mail:3wibowo@gmail.com).
sejak masa itu naik turunnya nilai tukar
(fluktuasi) ditentukan oleh kekuatan pasar.
Pergerakan
nilai tukar rupiah terhadap US$ pasca diberlakukannya system nilai tukar
mengambang terus mengalami kemerosotan. Pada bulan Agustus 1997 nilai tukar
rupiah terhadap US$ sebesar Rp3.035/US$, terus mengalami tekanan sehingga pada
Desember 1997 nilai tukar rupiah terhadap US$ tercatat sebesar Rp4.650/US$.
Memasuki tahun 1998, nilai tukar rupiah melemah menjadi sebesar Rp10.375/US$,
bahkan pada bulan Juni 1998 nilai tukar rupiah sempat menembus level
Rp14.900/US$ yang merupakan nilai tukar terlemah sepanjang sejarah nilai tukar rupiah terhadap US$. Nilai tukar
rupiah terhadap US$ tahun 1999 melakukan recovery menjadi sebesar
Rp7.810/US$, tahun 2000 kembali melemah sebesar Rp8.530/US$, tahun 2001 melemah
lagi menjadi Rp10.265/US$, tahun 2002 kembali menguat menjadi Rp9.260/US$,
tahun 2003 menguat menjadi Rp8.570/US$ dan pada tahun 2004 sebesar Rp8.985/US$.
Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia yang sempat menembus level
US$70/barrel memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya
permintaan valuta asing sebagai konsekuensi Negara pengimpor minyak. Kondisi
ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap US$ dan berada kisaran
Rp9.200 sampai Rp10.200 per US$. Nilai tukar rupiah merupakan satu indikator
ekonomi makro yang terkait dengan besaran APBN. Asumsi nilai tukar rupiah
berhubungan dengan banyaknya transaksi dalam APBN yang terkait dengan mata uang
asing, seperti penerimaan pinjaman dan pembayaran utang luar negeri, penerimaan
minyak dan pemberian subsidi BBM.
Dari
permasalahan di atas maka penulis mengambil judul analisis penurunan nilai
tukar mata uang rupiah.
II.
Rumusan
masalah
1.
Bagaimana
penentuan nilai tukar mata uang?
2.
Apa
penyebab kelemahan nilai tukar rupiah?
3.
Apa
dampak penurunan nilai tukar rupiah?
4.
Bagaimana
cara menstabilkan nilai tukar rupiah?
III.
Pembahasan
A.
Penentuan nilai tukar mata uang
Ada beberapa faktor utama yang
mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap mata
uang asing. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Laju inflasi relative
Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau
jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan
harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai
faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Misalnya, jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia
mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika
juga menjadi lebih tinggi, sehingga
otomatis permintaan terhadap barang dagangan relatif mengalami penurunan.
b. Tingkat pendapatan relative
Faktor lain yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah laju pertumbuhan
riil terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan riil dalam negeri
diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang asing. Sedangkan pendapatan riil
dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif dibandingkan dengan
supply yang tersedia.
c. Suku bunga relative
Kenaikan suku bunga mengakibatkan
aktifitas dalam negeri menjadi lebih menarik bagi para penanam modal dalam
negeri maupun luar negeri. Terjadinya penanaman modal cenderung mengakibatkan
naiknya nilai mata uang yang semuanya tergantung pada besarnya perbedaan
tingkat suku bunga di dalam dan di luar negeri, maka perlu dilihat mana yang
lebih murah, di dalam atau di luar negeri. Dengan demikian sumber dari
perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan kurs mata uang asing
terhadap mata uang dalam negeri.
d. Kontrol pemerintah
Menurut Madura (2003:114), bahwa
kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam berbagai
hal termasuk :
a.
Usaha
untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing.
b.
Usaha
untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri
c.
Melakukan
intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata uang.
d.
Alasan
pemerintah untuk melakukan intervensi di pasar uang adalah :
ü Untuk memperlancar perubahan dari
nilai tukar uang domestik yang bersangkutan.
ü Untuk membuat kondisi nilai tukar domestik
di dalam batas-batas yang ditentukan.
ü Tanggapan atas gangguan yang
bersifat sementara.
ü Berpengaruh terhadap variabel makro
seperti inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan
e. Ekspektasi
Faktor kelima yang mempengaruhi
nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama
seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap
berita yang memiliki dampak ke depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal
melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual
Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar akan menurun di masa depan. Reaksi
langsung akan menekan nilai tukar Dollar dalam pasar.
Kemudian menurut Madura
(2003:111-123), untuk menentukan perubahan nilai tukar antar mata uang suatu
negara dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjadi di negara yang
bersangkutan yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga, selisih
tingkat pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing dan
expectations (perkiraan pasar atas nilai mata uang yang akan datang). (http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/nilai-tukar-mata-uang-faktor-faktor.html)
Sistem Nilai
Tukar
Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh pemerintah, ada beberapa
jenis antara
lain :
a. Fixed
exchange rate system
Sistem nilai
tukar yang ditahan secara tahap oleh pemerintah atau berfluktuasi di dalam
batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar berubah terlalu besar, maka
pemerintah akan mengintervensi untuk memeliharanya dalam batas-batas yang
dikehendaki.
b. Freely floating exchange rate system.
b. Freely floating exchange rate system.
Sistem nilai
tukar yang ditentukan oleh tekanan pasar tanpa intervensi dari pemerintah.
c. Managed floating exchange rate system.
c. Managed floating exchange rate system.
Sistem nilai
tukar yang terletak diantara fixed system dan freely floating, tetapi mempunyai
kesamaan dengan fixed exchange system, yaitu pemerintah bisa melakukan
intervensi untuk menjaga supaya nilai mata uang tidak berubah terlalu banyak
dan tetap dalam arah tertentu. Sedangkan bedanya dengan free floating, managed
float masih lebih fleksibel terhadap suatu mata uang. Lalu menurut Krugman dan Obstfeld
(2000:485), managed floating exchange rate system adalah sebuah sistem dimana
pemerintah mengatur perubahan nilai tukar tanpa bermaksud untuk membuat nilai
tukar dalam kondisi tetap.
d. Pegged exchange rate system
Sistem nilai tukar dimana nilai
tukar mata uang domestik dipatok secara tetap terhadap mata uang asing.
Di Indonesia saat ini menganut
system kurs bebas. Maka pergerakan kurs dipengaruhibpermintaan dan penawaran.
1.
Permintaan
mata uang asing
Ciri-ciri
permintaan terhadap mata uang asing yaitu:
a.
Makin
tinggi harga mata uang saing, maka makin sedikit permintaan atas mata uang
asing tersebut.
b.
Makin
rendah harga mata uang asing, maka makin banyak permintaan atas mata uang asing
tersebut.
2.
Penawaran
mata uang asing
Ciri-ciri
penawaran terhadap mata uang asing yaitu:
a.
Makin
tinggi harga mata uang asing, maka makin banyak penawaran mata uang asing
tersebut.
b.
Makin
rendah harga mata uang asing, maka makin sedikit penawaran mata uang asing
tersebut.
Adapun
factor penentu nilai tukar menurut firdausindrajaya ada 6 yaitu:
a.
Export-Import
b.
Tingkat
inflasi
c.
Tingkat
bunga deposito
d.
Market
expectation
e.
Reputasi
bank sentral
f.
Intervensi
bank sentral di pasar valas
B. kelemahan nilai tukar rupiah
Ada beberapa
factor pendorong pelemahan rupiah baik dari luar negeri maupun dalam negeri,
menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution antara lain:
a.
Faktor eksternal yakni
ketidakpastian ekonomi di Eropa. Isu bakal keluarnya Yunani dari Uni Eropa
menyebabkan investor memilih menempatkan dana dalam save haven seperti dollar.
Pilihan investor itu ditempuh juga eksportir yang ikutan menahan dollar dalam
simpanan valas.
b.
Jatuh temponya utang luar negeri
swasta yang cukup besar, sehingga terjadi peningkatan permintaan terhadap
dollar AS.
c.
Repatriasi dividen. Perusahaan
swasta yang dimiliki investor asing mulai mengirimkan dividen ke negara asal
investor.
d.
Naiknya permintaan dolar AS di
setiap pertengahan tahun. Faktor keempat ini disampaikan oleh Direktur
Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, Difi A Johansyah.
Tetapi faktor utama tetap menguatnya dolar di seluruh dunia. Ada ekspektasi
dolar menguat maka banyak yang memborong dolar dan yang punya dolar tak mau
lepas,"
Pada dasarnya kebutuhan dolar baik untuk impor maupun untuk membayar utang
adalah kebutuhan dari dalam negeri, tetapi pengadaan dolar dari investor maupun
donor asing dari luar negeri. Karena kebutuhan dolar yang meningkat tetapi
pengadaan dolar menurun. Maka harga dolarpun naik sedangkan harga nilai rupiah
merosot.
C. Dampak penurunan nilai tukar rupiah
Banyak sekali dampak yang di ciptakan
dari penurunan nilai tukar rupiah baik yang positif maupun negative.
Dampak negatif
penurunan nilai tukar adalah secara efektif akan menurunkan daya beli
(permintaan) konsumen terutama masyarakat berpendapatan menengah dan rendah
(miskin). Dampak penurunan permintaan ini akan mendorong menurunnya produksi
barang dan jasa.
Dari sudut
produsen, krisis penurunan nilai tukar dan naiknnya bunga uang dan kandungan input
impor cukup besar akan mendorong biaya produksi, sehingga harga barang naik.
Besar kemungkinan tekanan inflasi terutama cost push inflation adalah
bahaya yang datang menyelinap ke dalam ekonomi Indonesia. Apabila daya beli
menurun serta harga barang dan jasa meningkat, maka kemungkinan besar
perusahaan akan memotong jumlah produksi (output) yang dapat berdampak
terhadap PHK tenaga kerja. Kalau ini terjadi maka urban and rural unemployed
labor akan semakin meningkat. Ujung-ujungnya adalah keresahan sosial,
dengan istilah yang lebih mengerikan lagi, setelah terjadi krisis finansial
maka akan terjadi chaos (baca: keyos).
Kalau
perusahaan mengurangi output, maka jumlah pajak yang dikumpulkan pasti
berkurang sehingga total penerimaan (anggaran belanja) yang bersumber dari
pajak akan berkurang. Di sisi penawaran (supply) faktor pemotong
anggaran belanja ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Ujungnya
target pertumbuhan ekonomi yang tinggi (7-8% per tahun) akan sangat sukar
dipertahankan. Krisis finansial 1997 telah menjungkirbalikkan prediksi yang
optimis dari pengamat pada awal dan pertengahan tahun 1997. Faktor ini
membuktikan bahwa sesungguhnya pertumbuhan ekonomi Indonesia senantiasa sukar
diperkirakan (unpredictable) karena sifat ketidakpastian telah built-up
dalam stuktur ekonomi Indonesia.
Bahaya lain
yang datang setelah depresiasi rupiah (devaluasi) melalui mekanisme pasar
adalah bahaya inflasi. Indonesia masih banyak mengimpor bahan baku dan barang
modal yang cukup besar. Karena harga dollar yang relatif lebih mahal dibading
dengan rupiah, maka merosotnya nilai rupiah di satu pihak mendorong ekspor,
akan tetapi melalui time-lag tertentu (2-3 tahun) akan bersifat inflatoar
kerena sifat cost-push inlfation tersebut. Kalau Indonesia tidak mampu
mengurangi impor serta meningkatkan pruduktifitas ekonomi dan ekspor maka
bahaya inflasi akan segera dihadapi karena sifat cost-push inflation
tersebut. Faktor musim kemarau panjang, kebakaran hutan, bencana alam seperti
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir bandang, serta faktor alam lain
akan dapat memperburuk keadaan ekonomi terutama meningkatnya harga barang
konsumsi yang berakhir pada peningkatan inflasi..
Melemahnya
nilai rupiah terhadap dollar dipastikan berdampak terhadap sektor pertanian dan
agribisnis. Bagi perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan bakunya dari
dalam negeri, gejolak keuangan mungkin tidak berpengaruh demikian besar, dan
apabila sebagian besar output diekspor, maka akan memiliki dampak positif.
Namun, apabila perusahaan menggunakan bahan baku yang diimpor dari luar negeri,
maka implikasi gejolak keuangan akan berpengaruh terhadap struktur biaya
(meningkatkan biaya per unit input dan output) yang lebih besar.
Apabila pasarnya dalam negeri, maka akan semakin suram. Dalam kondisi ini,
gejolak keuangan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan yang
bersangkutan.
D. cara menstabilkan nilai tukar rupiah