Rabu, 06 Juni 2012


PENURUNAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH
       I.            Pendahuluan
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.( http://id.wikipedia.org/wiki/Uang)
Banyak sekali fungsi uang yang dapat di gunakan salah satunya sebagai alat tukar (ace partadiredja:2002). Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, hubungan ekonomi antarnegara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antarnegara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak pada indikator suatu negara.
Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/bebas (freely floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh mekanisme pasar. ( Tri Wibowo(e-mail:3wibowo@gmail.com).  sejak masa itu naik turunnya nilai tukar (fluktuasi) ditentukan oleh kekuatan pasar.
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US$ pasca diberlakukannya system nilai tukar mengambang terus mengalami kemerosotan. Pada bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap US$ sebesar Rp3.035/US$, terus mengalami tekanan sehingga pada Desember 1997 nilai tukar rupiah terhadap US$ tercatat sebesar Rp4.650/US$. Memasuki tahun 1998, nilai tukar rupiah melemah menjadi sebesar Rp10.375/US$, bahkan pada bulan Juni 1998 nilai tukar rupiah sempat menembus level Rp14.900/US$ yang merupakan nilai tukar terlemah sepanjang sejarah  nilai tukar rupiah terhadap US$. Nilai tukar rupiah terhadap US$ tahun 1999 melakukan recovery menjadi sebesar Rp7.810/US$, tahun 2000 kembali melemah sebesar Rp8.530/US$, tahun 2001 melemah lagi menjadi Rp10.265/US$, tahun 2002 kembali menguat menjadi Rp9.260/US$, tahun 2003 menguat menjadi Rp8.570/US$ dan pada tahun 2004 sebesar Rp8.985/US$. Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia yang sempat menembus level US$70/barrel memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya permintaan valuta asing sebagai konsekuensi Negara pengimpor minyak. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap US$ dan berada kisaran Rp9.200 sampai Rp10.200 per US$. Nilai tukar rupiah merupakan satu indikator ekonomi makro yang terkait dengan besaran APBN. Asumsi nilai tukar rupiah berhubungan dengan banyaknya transaksi dalam APBN yang terkait dengan mata uang asing, seperti penerimaan pinjaman dan pembayaran utang luar negeri, penerimaan minyak dan pemberian subsidi BBM.
Dari permasalahan di atas maka penulis mengambil judul analisis penurunan nilai tukar mata uang rupiah.
    II.            Rumusan masalah
1.      Bagaimana penentuan nilai tukar mata uang?
2.      Apa penyebab kelemahan nilai tukar rupiah?
3.      Apa dampak penurunan nilai tukar rupiah?
4.      Bagaimana cara menstabilkan nilai tukar rupiah?

 III.            Pembahasan
A.    Penentuan nilai tukar mata uang
Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Laju inflasi relative
Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Misalnya, jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika
juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap barang dagangan relatif mengalami penurunan.
b. Tingkat pendapatan relative
Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah laju pertumbuhan riil terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan riil dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif dibandingkan dengan supply yang tersedia.

c. Suku bunga relative
Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktifitas dalam negeri menjadi lebih menarik bagi para penanam modal dalam negeri maupun luar negeri. Terjadinya penanaman modal cenderung mengakibatkan naiknya nilai mata uang yang semuanya tergantung pada besarnya perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan di luar negeri, maka perlu dilihat mana yang lebih murah, di dalam atau di luar negeri. Dengan demikian sumber dari perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan kurs mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri.
d. Kontrol pemerintah
Menurut Madura (2003:114), bahwa kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam berbagai hal termasuk :
a.       Usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing.
b.      Usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri
c.       Melakukan intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata uang.
d.      Alasan pemerintah untuk melakukan intervensi di pasar uang adalah :
ü  Untuk memperlancar perubahan dari nilai tukar uang domestik yang bersangkutan.
ü  Untuk membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam batas-batas yang ditentukan.
ü  Tanggapan atas gangguan yang bersifat sementara.
ü  Berpengaruh terhadap variabel makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan
e. Ekspektasi
Faktor kelima yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar Dollar dalam pasar.
Kemudian menurut Madura (2003:111-123), untuk menentukan perubahan nilai tukar antar mata uang suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjadi di negara yang bersangkutan yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga, selisih tingkat pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing dan expectations (perkiraan pasar atas nilai mata uang yang akan datang). (http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/nilai-tukar-mata-uang-faktor-faktor.html)
Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh pemerintah, ada beberapa jenis antara lain :
a. Fixed exchange rate system
Sistem nilai tukar yang ditahan secara tahap oleh pemerintah atau berfluktuasi di dalam batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar berubah terlalu besar, maka pemerintah akan mengintervensi untuk memeliharanya dalam batas-batas yang dikehendaki.
b. Freely floating exchange rate system.
Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh tekanan pasar tanpa intervensi dari pemerintah.
c. Managed floating exchange rate system.
Sistem nilai tukar yang terletak diantara fixed system dan freely floating, tetapi mempunyai kesamaan dengan fixed exchange system, yaitu pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menjaga supaya nilai mata uang tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu. Sedangkan bedanya dengan free floating, managed float masih lebih fleksibel terhadap suatu mata uang. Lalu menurut Krugman dan Obstfeld (2000:485), managed floating exchange rate system adalah sebuah sistem dimana pemerintah mengatur perubahan nilai tukar tanpa bermaksud untuk membuat nilai tukar dalam kondisi tetap.
d. Pegged exchange rate system
Sistem nilai tukar dimana nilai tukar mata uang domestik dipatok secara tetap terhadap mata uang asing.
Di Indonesia saat ini menganut system kurs bebas. Maka pergerakan kurs dipengaruhibpermintaan dan penawaran.
1.      Permintaan mata uang asing
Ciri-ciri permintaan terhadap mata uang asing yaitu:
a.       Makin tinggi harga mata uang saing, maka makin sedikit permintaan atas mata uang asing tersebut.
b.      Makin rendah harga mata uang asing, maka makin banyak permintaan atas mata uang asing tersebut.
2.      Penawaran mata uang asing
Ciri-ciri penawaran terhadap mata uang asing yaitu:
a.       Makin tinggi harga mata uang asing, maka makin banyak penawaran mata uang asing tersebut.
b.      Makin rendah harga mata uang asing, maka makin sedikit penawaran mata uang asing tersebut.
Adapun factor penentu nilai tukar menurut firdausindrajaya ada 6 yaitu:    
a.       Export-Import
b.      Tingkat inflasi
c.       Tingkat bunga deposito
d.      Market expectation
e.       Reputasi bank sentral
f.       Intervensi bank sentral di pasar valas
B.     kelemahan nilai tukar rupiah
Ada beberapa factor pendorong pelemahan rupiah baik dari luar negeri maupun dalam negeri, menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution antara lain:
a.       Faktor eksternal yakni ketidakpastian ekonomi di Eropa. Isu bakal keluarnya Yunani dari Uni Eropa menyebabkan investor memilih menempatkan dana dalam save haven seperti dollar. Pilihan investor itu ditempuh juga eksportir yang ikutan menahan dollar dalam simpanan valas.
b.      Jatuh temponya utang luar negeri swasta yang cukup besar, sehingga terjadi peningkatan permintaan terhadap dollar AS.
c.       Repatriasi dividen. Perusahaan swasta yang dimiliki investor asing mulai mengirimkan dividen ke negara asal investor.
d.      Naiknya permintaan dolar AS di setiap pertengahan tahun. Faktor keempat ini disampaikan oleh Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, Difi A Johansyah.
Tetapi faktor utama tetap menguatnya dolar di seluruh dunia. Ada ekspektasi dolar menguat maka banyak yang memborong dolar dan yang punya dolar tak mau lepas,"
Pada dasarnya kebutuhan dolar baik untuk impor maupun untuk membayar utang adalah kebutuhan dari dalam negeri, tetapi pengadaan dolar dari investor maupun donor asing dari luar negeri. Karena kebutuhan dolar yang meningkat tetapi pengadaan dolar menurun. Maka harga dolarpun naik sedangkan harga nilai rupiah merosot.

C.    Dampak penurunan nilai tukar rupiah
Banyak sekali dampak yang di ciptakan dari penurunan nilai tukar rupiah baik yang positif maupun negative.
Dampak negatif penurunan nilai tukar adalah secara efektif akan menurunkan daya beli (permintaan) konsumen terutama masyarakat berpendapatan menengah dan rendah (miskin). Dampak penurunan permintaan ini akan mendorong menurunnya produksi barang dan jasa.
Dari sudut produsen, krisis penurunan nilai tukar dan naiknnya bunga uang dan kandungan input impor cukup besar akan mendorong biaya produksi, sehingga harga barang naik. Besar kemungkinan tekanan inflasi terutama cost push inflation adalah bahaya yang datang menyelinap ke dalam ekonomi Indonesia. Apabila daya beli menurun serta harga barang dan jasa meningkat, maka kemungkinan besar perusahaan akan memotong jumlah produksi (output) yang dapat berdampak terhadap PHK tenaga kerja. Kalau ini terjadi maka urban and rural unemployed labor akan semakin meningkat. Ujung-ujungnya adalah keresahan sosial, dengan istilah yang lebih mengerikan lagi, setelah terjadi krisis finansial maka akan terjadi chaos (baca: keyos).
Kalau perusahaan mengurangi output, maka jumlah pajak yang dikumpulkan pasti berkurang sehingga total penerimaan (anggaran belanja) yang bersumber dari pajak akan berkurang. Di sisi penawaran (supply) faktor pemotong anggaran belanja ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Ujungnya target pertumbuhan ekonomi yang tinggi (7-8% per tahun) akan sangat sukar dipertahankan. Krisis finansial 1997 telah menjungkirbalikkan prediksi yang optimis dari pengamat pada awal dan pertengahan tahun 1997. Faktor ini membuktikan bahwa sesungguhnya pertumbuhan ekonomi Indonesia senantiasa sukar diperkirakan (unpredictable) karena sifat ketidakpastian telah built-up dalam stuktur ekonomi Indonesia.
Bahaya lain yang datang setelah depresiasi rupiah (devaluasi) melalui mekanisme pasar adalah bahaya inflasi. Indonesia masih banyak mengimpor bahan baku dan barang modal yang cukup besar. Karena harga dollar yang relatif lebih mahal dibading dengan rupiah, maka merosotnya nilai rupiah di satu pihak mendorong ekspor, akan tetapi melalui time-lag tertentu (2-3 tahun) akan bersifat inflatoar kerena sifat cost-push inlfation tersebut. Kalau Indonesia tidak mampu mengurangi impor serta meningkatkan pruduktifitas ekonomi dan ekspor maka bahaya inflasi akan segera dihadapi karena sifat cost-push inflation tersebut. Faktor musim kemarau panjang, kebakaran hutan, bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir bandang, serta faktor alam lain akan dapat memperburuk keadaan ekonomi terutama meningkatnya harga barang konsumsi yang berakhir pada peningkatan inflasi..
Melemahnya nilai rupiah terhadap dollar dipastikan berdampak terhadap sektor pertanian dan agribisnis. Bagi perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan bakunya dari dalam negeri, gejolak keuangan mungkin tidak berpengaruh demikian besar, dan apabila sebagian besar output diekspor, maka akan memiliki dampak positif. Namun, apabila perusahaan menggunakan bahan baku yang diimpor dari luar negeri, maka implikasi gejolak keuangan akan berpengaruh terhadap struktur biaya (meningkatkan biaya per unit input dan output) yang lebih besar. Apabila pasarnya dalam negeri, maka akan semakin suram. Dalam kondisi ini, gejolak keuangan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan yang bersangkutan.
D.    cara menstabilkan nilai tukar rupiah